Letak Pulau Bertam
Pulau
Bertam adalah salah satu pulau yang terletak di gugusan Kepulauan Riau,
tepatnya di Kecamatan Belakang Padang, Kelurahan Kasu. Selain Pulau Bertam,
masih banyak pulau-pulau kecil lainnya di sekitar Selat Philip tersebut, antara
lain Pulau Gara, Pulau Lingka, Pulau Padi dan Pulau Seraya. Pulau Bertam dapat
ditempuh dengan menggunakan kapal kecil (pancung) selama satu jam dari Pulau
Batam, dengan jarak tempuh sekitar 10 Km.
Sejarah Pulau Bertam
Pulau
Bertam adalah salah satu dari pulau-pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat
Suku Laut. Sebelum ditempatkan di pulau itu, mereka hidup, mencari makan,
berhubungan seks, melahirkan dan meninggal di atas perahu yang sangat
sederhana. Lahir, hidup dan mati di atas perahu, adalah motto hidup mereka
sebelum mengenal daratan.
Hidup
Suku Laut—yang juga dikenal sebagai Orang Laut atau Orang Asli—sering
berpindah-pindah mengikuti arah angin. Para Suku Laut ini tersebar di sekitar
perairan dan sudah lama hidup di laut dan jarang berada di daratan kecuali saat
cuaca buruk. Adalah Ny Sri Soedarsono, pemimpin Lembaga Swadaya Masyarakat dan
juga merupakan adik kandung Bapak Bj. Habibie ini yang menjadikan Suku Laut
tersebut menghuni Pulau Bertam. Pulau yang terletak bersebelahan dengan Pulau
Gara dan Pulau Lingka ini mulai dihuni Suku Laut sejak tahun 1985.
Tidak
mudah untuk mengajak masyarakat yang semula hidup nomaden untuk mau menetap di
suatu tempat. Bu Dar—sapaan untuk Ny Sri Soedarsono ini—pada awalnya mulai
membangun tempat-tempat untuk berkumpul, seperti balai pertemuan rakyat,
sekolah, balai kesehatan, serta pembangunan rumah-rumah panggung dari kayu agar
masyarakat Suku Laut yang hidup dan tinggal di laut tersebut dapat bermukim dan
membentuk keluarga besar.
“...yang paling sulit tentu saja mengubah pola pikir
dan perilaku masyarakat untuk hidup normal membangun masa depan keturunannya.
Apalagi, orang tiga generasi ke atasnya sudah hidup di atas perahu dan
mengarungi lautan hingga ke wilayah Singapura dan Malaysia,” ujar Bu Dar.
Tercatat sejak tahun 1997, telah berdiam 28 kepala
keluarga. Tahun 2010 meningkat menjadi 35 kepala keluarga, dan tahun 2013
menjadi 42 kepala keluarga. Jumlah ini semakin meningkat setiap tahunnya dengan
semakin bertambahnya kesadaran masyarakat Suku Laut untuk membentuk dan
mengurus keluarganya di daratan.
Daya Tarik
Pulau Bertam
Pulau Bertam adalah pulau yang masih sedikit
penghuninya dan masih belum terekspos oleh dunia luar. Masih banyak hal yang
belum diketahui dengan pulau ini. Sumber daya alamnya masih alami, belum
tersentuh tangan-tangan manusia. Tidak hanya potensi sumber daya alam seperti
hutan dan tambang, potensi di bidang kelautan juga sangat besar dan
menjanjikan.
Ikan hasil tangkapan Suku Laut di Pulau
Bertam selain dijual ke Batam dan pulau-pulau di sekitarnya, juga dijual ke
Singapura. Saat menjelang Hari Raya Cina (Imlek), nelayan Pulau Bertam
boleh dibilang mengalami masa "panen raya”. Ikan Dingkis hasil
tangkapan mereka dijual ke Singapura seharga 35 dollar Singapura per kilogram
(sekitar Rp 60.000).
"Ikan ini biasa digunakan untuk
perayaan upacara Hari Raya Cina. Tapi ini cuma berlangsung setahun sekali.
Kalau seperti masa sekarang, harganya paling mahal Rp 7.000 per
kilogram," kata Jalil.
Selain Ikan Dingkis, primadona lain
tangkapan nelayan Pulau Bertam adalah Ikan Krapu Sonok. Dengan berat
berkisar antara 4 ons sampai 9 ons, harga ikan ini bisa mencapai Rp 48.000
per kilogram. Sayang tidak setiap saat kedua jenis ikan ini bisa ditangkap
oleh para nelayan.
Pendapatan yang diperoleh nelayan Pulau
Bertam pun tergantung dari rezeki mereka di lautan. Jika sedang musim
ikan, mereka bisa memperoleh Rp 50.000 sehari. Atau, bisa juga mereka sama
sekali tidak memperoleh uang karena tidak mendapat ikan.
Potensi wisata juga bisa menjadi
investasi yang menjanjikan, dimana suasana alam yang masih alami dan ‘polos’
bisa ditawarkan kepada masyarakat perkotaan yang mencari ketenangan dari
peliknya keseharian di kota. Pantai-pantai yang indah serta kebudayaan dan
kebiasaan yang unik dapat membuat kelelahan akibat pekerjaan dan kehidupan
menjadi hilang.
Awan Hitam di Langit Pulau Bertam
Dibanding daerah-daerah lain
di Provinsi Kepulauan Riau yang sudah mengecap kemajuan teknologi dan industri,
Pulau Bertam dan pulau-pulau kecil lainnya masih sangat tertinggal jauh.
Kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan serta minimnya informasi dari luar
menyebabkan kehidupan masyaraknya masih serupa Suku Laut yang hidup di laut,
walau nyatanya mereka telah tinggal di daratan.
Pendidikan
Masih banyak masyarakat Pulau
Bertam dan sekitarnya yang masih belum mengenal baca, tulis dan berhitung.
Minimnya sekolah dan guru serta alat-alat penunjang pendidikan lainnya menjadi
salah satu faktor-faktor penting penyebab tidak berkembangnya pendidikan di
pulau ini.
Bu Dar bersama dengan
lembaganya telah memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi
anak-anak, namun tetap saja masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Penyebabnya
antara lain adalah karena kebanyakan dari mereka telah terbiasa membantu
ayahnya pergi mencari ikan di laut serta logam-logam untuk dijual dan
menghasilkan uang. Selain itu, hanya ada satu sekolah saja di antara tiga pulau
yang saling berdekatan itu, Pulau Bertam, Pulau Gara dan Pulau Lingka. Sekolah
hanya ada di Pulau Bertam dan hanya ada satu sekolah, yaitu sekolah dasar.
Bagaimana bisa dalam 3 pulau
hanya ada satu sekolah?
Meskipun jarak antar pulau tidak terlalu jauh, namun tidak ada
jalan darat yang menghubungkan ketiganya. Untuk bersekolah tingkat dasar
anak-anak di sana harus mendayung sampan sendiri ke Pulau Bertam yang kurang
lebih berjarak tempuh 5-7 menit dari Pulau Gara ataupun Pulau Lingka. Namun
banyak orang tua mereka khawatir untuk menyekolahkan anaknya yang dinilai masih
kecil untuk mendayung ke sekolah sehingga banyak anak yang lebih dari 7 tahun
baru mengecap pendidikan kelas 1 SD.
Beruntung, sekolah itu sudah merupakan bangunan permanen
yang terbuat dari bahan semen. SD itu terdiri dari empat ruangan yang terbagi
menjadi dua bangunan. Kedua bangunan tersebut tersusun berbentuk huruf L.
Empat ruangan itu terbagi lagi untuk ruang guru dan ruang
belajar anak. Satu ruangan dibuat untuk ruang guru. Sementara tiga ruang lainnya
digunakan untuk belajar.
Setiap ruangan mampu menampung sekitar 30 anak. Ini cukup
lapang apabila satu ruangan digunakan untuk mengajar satu kelas. Kenyataannya,
setiap ruangan digunakan untuk mengajar dua kelas. Kelas 1 digabung dengan
kelas 2. Kelas 3 dengan kelas 4. Dan terakhir kelas 5 yang digabung dengan 6.
Masing-masing ruangan diampu oleh seorang guru. Guru
tersebut langsung mengajar dua kelas dalam satu waktu. “Papan tulisnya dibagi
dua. Masing-masing untuk satu kelas. Jadi guru itu harus mondar-mandir dari
satu papan tulis ke papan tulis lainnya,” kata Sisamoy seorang kader di Pulau
Bertam.
Bahkan saat kita santai
menikmati kemudahan pendidikan, kita masih malas belajar dan datang ke sekolah.
Sedangkan saudara kita di Pulau Bertam, Gara dan Lingka berjuang nenpertaruhkan
nyawa untuk bisa sampai ke sekolah mereka dan berbagi kelas dengan kakak
kelasnya.
Hanya ada satu sekolah dan
itu hanya sebatas sekolah dasar. Untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, anak-anak Pulau Bertam harus pergi ke Pulau Batam atau pulau-pulau yang
lebih maju lainnya. Banyak kekhawatiran orangtua pada anak untuk melepas mereka
ke luar pulau yang jauh, sehingga kebanyakan anak-anaknya hanya lulus sekolah
dasar saja dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka, yaitu melaut.
Sumber dan Daftar Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar