Sabtu, 11 Juli 2015

Ikapema Care : Peduli Penduduk Daerah Perbatasan Peduli Pulau Bertam 2015





Letak Pulau Bertam
Pulau Bertam adalah salah satu pulau yang terletak di gugusan Kepulauan Riau, tepatnya di Kecamatan Belakang Padang, Kelurahan Kasu. Selain Pulau Bertam, masih banyak pulau-pulau kecil lainnya di sekitar Selat Philip tersebut, antara lain Pulau Gara, Pulau Lingka, Pulau Padi dan Pulau Seraya. Pulau Bertam dapat ditempuh dengan menggunakan kapal kecil (pancung) selama satu jam dari Pulau Batam, dengan jarak tempuh sekitar 10 Km.

Sejarah Pulau Bertam
Pulau Bertam adalah salah satu dari pulau-pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat Suku Laut. Sebelum ditempatkan di pulau itu, mereka hidup, mencari makan, berhubungan seks, melahirkan dan meninggal di atas perahu yang sangat sederhana. Lahir, hidup dan mati di atas perahu, adalah motto hidup mereka sebelum mengenal daratan.
Hidup Suku Laut—yang juga dikenal sebagai Orang Laut atau Orang Asli—sering berpindah-pindah mengikuti arah angin. Para Suku Laut ini tersebar di sekitar perairan dan sudah lama hidup di laut dan jarang berada di daratan kecuali saat cuaca buruk. Adalah Ny Sri Soedarsono, pemimpin Lembaga Swadaya Masyarakat dan juga merupakan adik kandung Bapak Bj. Habibie ini yang menjadikan Suku Laut tersebut menghuni Pulau Bertam. Pulau yang terletak bersebelahan dengan Pulau Gara dan Pulau Lingka ini mulai dihuni Suku Laut sejak tahun 1985.
Tidak mudah untuk mengajak masyarakat yang semula hidup nomaden untuk mau menetap di suatu tempat. Bu Dar—sapaan untuk Ny Sri Soedarsono ini—pada awalnya mulai membangun tempat-tempat untuk berkumpul, seperti balai pertemuan rakyat, sekolah, balai kesehatan, serta pembangunan rumah-rumah panggung dari kayu agar masyarakat Suku Laut yang hidup dan tinggal di laut tersebut dapat bermukim dan membentuk keluarga besar.
...yang paling sulit tentu saja mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat untuk hidup normal membangun masa depan keturunannya. Apalagi, orang tiga generasi ke atasnya sudah hidup di atas perahu dan mengarungi lautan hingga ke wilayah Singapura dan Malaysia,” ujar Bu Dar.
Tercatat sejak tahun 1997, telah berdiam 28 kepala keluarga. Tahun 2010 meningkat menjadi 35 kepala keluarga, dan tahun 2013 menjadi 42 kepala keluarga. Jumlah ini semakin meningkat setiap tahunnya dengan semakin bertambahnya kesadaran masyarakat Suku Laut untuk membentuk dan mengurus keluarganya di daratan.


Daya Tarik Pulau Bertam
Pulau Bertam adalah pulau yang masih sedikit penghuninya dan masih belum terekspos oleh dunia luar. Masih banyak hal yang belum diketahui dengan pulau ini. Sumber daya alamnya masih alami, belum tersentuh tangan-tangan manusia. Tidak hanya potensi sumber daya alam seperti hutan dan tambang, potensi di bidang kelautan juga sangat besar dan menjanjikan.
Ikan hasil tangkapan Suku Laut di Pulau Bertam selain dijual ke Batam dan pulau-pulau di sekitarnya, juga dijual ke Singapura. Saat menjelang Hari Raya Cina (Imlek), nelayan Pulau Bertam boleh dibilang mengalami masa "panen raya”. Ikan Dingkis hasil tangkapan mereka dijual ke Singapura seharga 35 dollar Singapura per kilogram (sekitar Rp 60.000). 
"Ikan ini biasa digunakan untuk perayaan upacara Hari Raya Cina. Tapi ini cuma berlangsung setahun sekali. Kalau seperti masa sekarang, harganya paling mahal Rp 7.000 per kilogram," kata Jalil. 
Selain Ikan Dingkis, primadona lain tangkapan nelayan Pulau Bertam adalah Ikan Krapu Sonok. Dengan berat berkisar antara 4 ons sampai 9 ons, harga ikan ini bisa mencapai Rp 48.000 per kilogram. Sayang tidak setiap saat kedua jenis ikan ini bisa ditangkap oleh para nelayan. 
Pendapatan yang diperoleh nelayan Pulau Bertam pun tergantung dari rezeki mereka di lautan. Jika sedang musim ikan, mereka bisa memperoleh Rp 50.000 sehari. Atau, bisa juga mereka sama sekali tidak memperoleh uang karena tidak mendapat ikan.
Potensi wisata juga bisa menjadi investasi yang menjanjikan, dimana suasana alam yang masih alami dan ‘polos’ bisa ditawarkan kepada masyarakat perkotaan yang mencari ketenangan dari peliknya keseharian di kota. Pantai-pantai yang indah serta kebudayaan dan kebiasaan yang unik dapat membuat kelelahan akibat pekerjaan dan kehidupan menjadi hilang.

Awan Hitam di Langit Pulau Bertam
Dibanding daerah-daerah lain di Provinsi Kepulauan Riau yang sudah mengecap kemajuan teknologi dan industri, Pulau Bertam dan pulau-pulau kecil lainnya masih sangat tertinggal jauh. Kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan serta minimnya informasi dari luar menyebabkan kehidupan masyaraknya masih serupa Suku Laut yang hidup di laut, walau nyatanya mereka telah tinggal di daratan.




Pendidikan
Masih banyak masyarakat Pulau Bertam dan sekitarnya yang masih belum mengenal baca, tulis dan berhitung. Minimnya sekolah dan guru serta alat-alat penunjang pendidikan lainnya menjadi salah satu faktor-faktor penting penyebab tidak berkembangnya pendidikan di pulau ini.
Bu Dar bersama dengan lembaganya telah memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anak, namun tetap saja masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Penyebabnya antara lain adalah karena kebanyakan dari mereka telah terbiasa membantu ayahnya pergi mencari ikan di laut serta logam-logam untuk dijual dan menghasilkan uang. Selain itu, hanya ada satu sekolah saja di antara tiga pulau yang saling berdekatan itu, Pulau Bertam, Pulau Gara dan Pulau Lingka. Sekolah hanya ada di Pulau Bertam dan hanya ada satu sekolah, yaitu sekolah dasar.
Bagaimana bisa dalam 3 pulau hanya ada satu sekolah?
Meskipun jarak antar pulau tidak terlalu jauh, namun tidak ada jalan darat yang menghubungkan ketiganya. Untuk bersekolah tingkat dasar anak-anak di sana harus mendayung sampan sendiri ke Pulau Bertam yang kurang lebih berjarak tempuh 5-7 menit dari Pulau Gara ataupun Pulau Lingka. Namun banyak orang tua mereka khawatir untuk menyekolahkan anaknya yang dinilai masih kecil untuk mendayung ke sekolah sehingga banyak anak yang lebih dari 7 tahun baru mengecap pendidikan kelas 1 SD.
Beruntung, sekolah itu sudah merupakan bangunan permanen yang terbuat dari bahan semen. SD itu terdiri dari empat ruangan yang terbagi menjadi dua bangunan. Kedua bangunan tersebut tersusun berbentuk huruf L.
Empat ruangan itu terbagi lagi untuk ruang guru dan ruang belajar anak. Satu ruangan dibuat untuk ruang guru. Sementara tiga ruang lainnya digunakan untuk belajar.
Setiap ruangan mampu menampung sekitar 30 anak. Ini cukup lapang apabila satu ruangan digunakan untuk mengajar satu kelas. Kenyataannya, setiap ruangan digunakan untuk mengajar dua kelas. Kelas 1 digabung dengan kelas 2. Kelas 3 dengan kelas 4. Dan terakhir kelas 5 yang digabung dengan 6.
Masing-masing ruangan diampu oleh seorang guru. Guru tersebut langsung mengajar dua kelas dalam satu waktu. “Papan tulisnya dibagi dua. Masing-masing untuk satu kelas. Jadi guru itu harus mondar-mandir dari satu papan tulis ke papan tulis lainnya,” kata Sisamoy seorang kader di Pulau Bertam.
Bahkan saat kita santai menikmati kemudahan pendidikan, kita masih malas belajar dan datang ke sekolah. Sedangkan saudara kita di Pulau Bertam, Gara dan Lingka berjuang nenpertaruhkan nyawa untuk bisa sampai ke sekolah mereka dan berbagi kelas dengan kakak kelasnya.
Hanya ada satu sekolah dan itu hanya sebatas sekolah dasar. Untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, anak-anak Pulau Bertam harus pergi ke Pulau Batam atau pulau-pulau yang lebih maju lainnya. Banyak kekhawatiran orangtua pada anak untuk melepas mereka ke luar pulau yang jauh, sehingga kebanyakan anak-anaknya hanya lulus sekolah dasar saja dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka, yaitu melaut.
Sumber dan Daftar Referensi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar